Tentang Bertanya

IMG-20170801-WA0004

Dinamika para siswa di luar kelas terasa lebih menarik dibandingkan saat pelajaran di kelas. Prof. Dr. Surono, ahli gunung api dunia sekaligus staf ahli Kementrian ESDM, mampu membuat siswa SD dan SMP antusias mendengarkan pengalaman beliau bersama gunung berapi. Padahal beliau hanya menyampaikannya secara lisan, cukup bercerita tanpa buku paket atau sorotan gambar dari proyektor. Selesai bercerita beliau dihujani banyak pertanyaan dari beberapa siswa SD. Seakan mereka punya segudang keingintahuan. Ketika keingintahuan mereka belum terpuaskan oleh jawaban yang diberikan, mereka akan bertanya lagi sampai menjapatkan jawaban yang memuaskan. Menjadi pertanyaan saya selanjutnya, mengapa siswa SD tersebut lebih antusias dan aktif bertanya dibandingkan siswa SMP yang lebih memilih diam?

Awal mula masuk kuliah, saya bertemu dosen mata kuliah logika, Pak Marpaung. Beliau juga sempat mempermasalahkan mengapa para mahasiswa tidak ada yang bertanya. Beliau mengeluhkan bahwa mahasiswa seharusnya banyak keingintahuan, tetapi ini miskin keingintahuan, miskin pertanyaan. Hal tersebut juga terlontar dalam hati saya bahwa siswa SMP seharusnya haus keingintahuan, sama seperti anak SD. Meskipun pertanyaan SD terdengar lucu dan polos, Prof. Surono juga tetap menjawabnya sesuai pemikiran anak SD.

 

Salah satu pertanyaan tersebut, “Apakah manusia bisa berbicara dengan gunung?”

“Oh bisa. Saat suara gemuruh mulai terdengar dan suhu sekitar mulai meningkat, itu artinya gunung sedang memberi tahu kita untuk waspada.” Jelas Prof. Surono.

 

Berdasarkan hasil wawancara saya dengan 5 siswa di salah satu SMP Negeri Yogyakarta dan 10 murid privat, saya mendapatkan jawaban terkait permasalahan bertanya. Mereka tidak bertanya karena takut salah, takut diketawakan, tidak tahu apa yang ingin ditanyakan, merasa jelas, dan gurunya galak. Saya rasa seluruh jawaban tersebut sangat manusiawi, tidak salah, dan saya juga pernah mengalaminya sebagai siswa.

Saat menjadi guru di kelas saya juga pernah merasakan suasana diam tanpa pertanyaan. Beberapa siswa lebih memilih bertanya tidak pada saat sesi bertanya. Mereka secara mandiri bertanya mengunjungi meja saya atau pada saat saya berkeliling dari satu bangku ke bangku lain.

Terkadang saya juga harus menahan marah saat siswa bertanya. Saya sudah menjelaskan, tetapi siswa tersebut tidak lekas mengerti atau menanyakan hal yang sama atau saat sesi diskusi salah satu siswa paham tetapi tidak mampu menjelaskan ke temannya. Saya menahan marah karena saya takut mereka tidak mau lagi bertanya.

Jika dikembalikan pada permasalahan awal, idealnya setiap guru seharusnya mampu tampil seperti Prof. Surono. Tampil yang saya maksud apapun gaya mengajarnya tetap mampu membuat siswa penasaran, tertarik, haus akan keingintahuan, dan bertanya. Bukan tampil menyampaikan isi buku paket sekedar membaca atau menyalin ulang.

Kemudia idealnya seorang siswa tidak sekedar menerima pengetahuan, tetapi juga berani menggali pengetahuan dengan bertanya. Rekan saya berpendapat bahwa hal tersebut tentunya butuh pembiasaan di keluarga, sekolah, atau lingkungan masyarakat. Seperti menanamkan kebiasaan membaca buku, memberi kesempatan anak didik berpendapat dan bertanya, atau mendampingi anak didik untuk mengenal lingkungan sekitarnya.

Leave a comment