“Bro, bagus ini mata kuliahnya. Tentang etika bisnis. Tetapi lumayan sulit untuk dipahami.” Ucapku ketika partner kerjaku di kelas 5 masuk ke ruangan tempatku kuliah online.
“Weh.. menarik pasti. Pokoknya pesanku, bro… berikan yang terbaik untuk kuliahmu. Jadi tidak perlu menjadi yang terbaik di antara teman-temanmu, cukup tunjukkan bahwa kamu mampu bro..” Jawabnya dilanjutkan memberikan semangat untukku.
Percakapan di atas terjadi di awal perkuliahan saya secara online untuk mata kuliah etika bisnis. Materi saat itu disampaiakn oleh kelompok satu yang berisikan tentang langkah-langkah dalam mengambil keputusan etis. Saat proses presentasi itulah partner saya (Pak Rudy) memasuki ruangan. Saya sangat beruntung karena mendapatkan partner yang bisa sefrekuensi. Selalu saja ada bahan untuk didiskusikan. Mulai dari diskusi ringan terkait kehidupan sampai yang rumit terkait perpolitikan dan negara. Terkadang materi perkuliahan sengaja saya selipkan sebagai bahan diskusi, kemudian mengkaitkannya dengan berbagai persoalan serta memberikan penilaian apakah persoalan tersebut etis atau tidak. Tentunya diskusi etika yang terbangun saya kemas secara sederhana dan tidak terlalu teoritis, tidak seperti forum diskusi saat perkuliahaan. Sederhana namun mendalam sampai ke akar-akarnya.
Diskusi yang membekas dan teringat dalam pikiran saya ketika selesai membahas jenis-jenis etika dalam perkuliahan. Seketika itu saya mengajak diskusi bahwa penerapan PPDB dengan sistem zonasi itu sudah baik karen bertujuan untuk pemerataan. Anak yang rumahnya dekat tidak perlu mencari lokasi yang jauh karena pemerintah sedang mengupayakan agar seluruh sekolah di berbagai wilayah sudah berkualitas baik. Menjadi permasalahan ketika banyak orang tua yang melakukan siasat dengan cara titip kartu keluarga. Hal ini memunculkan kesan bahwa pemerintah mengambil keputusan yang tidak etis. Padahal pemerintah sudah mengambil keputusan terbaik dengan memperhatikan keadilan. Seketika itu juga Pak Rudy menyampaikan bahwa penempatan guru-guru pun seharusnya juga merata. Artinya, untuk memeratakan kualitas sekolah diberbagai daerah, perlu adanya pemerataan juga guru-guru berkualitas untuk ditempatkan diberbagai daerah. Pernyataan tersebut logis dan sesuai dengan teori etika keadilan. Siswa yang tinggal di desa atau daerah terpencil juga mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Harapannya untuk jangka panjang, pengaruh pendidikan berkualitas tersebut mampu membekali para siswa sehingga mampu mengembangkan daerahnya masing-masing.
Masih banyak diskusi-diskusi yang dikaitkan dengan pemahaman etika, namun saya tidak bisa menuliskannya satu per satu karena akan menjadi sangat sensitif ketika tulisan ini dapat dibaca oleh banyak orang. Singkatnya meski kuliah etika ini terasa sulit untuk dipahami secara teoritis, tetapi tetap menarik untuk dipelajari setiap pertemuannya. Menjadi semakin menarik lagi ketika materi kuliah yang diangkat mampu dikemas secara menarik oleh kelompok presentasi lewat isu-isu yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Biasanya agar lebih mudah lagi dipahami saya memaksimalkan kemampuan metakognitif saya dengan membayangkan permasalahan-permasalahan tersebut terjadi pada diri saya ketika nantinya menjadi seorang pemimpi di suatu sekolah.
Bicara soal pemimpin, saya menilai bahwa dari sekian teori yang diberikan terkait etika hanya konsep etika keutamaan yang pas untuk diterapkan. Bagi saya seorang pemimpin wajib memiliki keutamaan agar mampu mengambil keputusan etis. Seorang pemimpin dengan keutamaannya tentunya sudah melekat menjadi suatu karakter baik yang dimilikinya sehingga segala keputusan dan kebijakan yang dibuat sudah berdasarkan hati nuraninya. Saya dan Pak Rudy pernah membuka obrolan tentang pemimpin. Kebetulan kami memiliki pandangan yang sama bahwa seorang pemimpin harus memiliki karakter yang baik dan jauh dari kepentingan apa pun itu. Selanjutnya menjadi pertanyaan sekaligus refleksi pribadi, apakah saya siap menjadi seorang pemimpin?
Saya teringat suatu channel milik Dr. Indrawan Nugroho yang kerap membahas dunia perusahaan. Salah satu kontennya pernah membahas tentang transformasi PT POS Indonesia sebagai strategi menghadapi digitalisasi. Sebagai orang muda yang mulai terbawa arus perkembangan zaman, bayangan saya akan PT POS Indonesia merupakan tempat yang usang. Saya lebih cenderung memilih mengirikan paket lewat jasa pengiriman lain yang dapat dilacak menggunakan aplikasi. Namun, setelah mendengarkan penjelasan Dr. Indrawan Nugroho terkait upaya PT Pos Indonesia bertransformasi mengikuti perubahan zaman, saya mendapat point penting bahwa melangkah dan melakukan perubahan menjadi suatu keharusan jika tidak ingin mengalami kepunahan. Maka, sosok pemimpin yang mampu membaca situasi dan mampu melihat perubahan ke arah yang jauh kedepan sangat dibutuhkan untuk kedepannya. Terkait perubahan dan etika inilah yang harus tertanam dalam diri saya agar mampu menjadi pemimpin yang memberikan dampak baik untuk dunia pendidikan. Sedangkan sekarang ini saya pribadi masih harus lebih banyak belajar lagi terkait pemimpin yang mampu membawa perubahan dan etika. Belum lagi masih harus menghadapi orang-orang yang sulit menerima dan sulit beradaptasi dengan perubahan. Dengan kata lain saya harus lebih ekstra lagi agar dapat diterima menjadi seorang pemimpin.
Secara keseluruhan ada empat hal yang akan saya lakukan ketika menjadi seorang pememimpin. Pertama, sesuai dengan apa yang disarankan oleh Pak Rudy selaku partner diskusi saya yakni menjadi pemimpin yang mampu memahami bawahannya. Kedua menjadi pemimpin yang mau terus belajar dan terbuka dengan berbagai hal baru dan mampu menilainya dari berbagai sudut pandang. Ketiga, menjadi pemimpin yang berani melakukan perubahan dan memberikan kebaruan dalam iklim kerja. Keempat menjadi pemimpin yang memiliki keutamaan seperti bertanggungjawab dan bijaksana. Keempat hal tersebut memang tidak mudah untuk diterapkan, namun setidaknya sebagai pribadi saya sudah punya keinginan untuk menjadi pribadi yang baru, berani ambil keputusan untuk menjadi pemimpin, dan mencoba memberikan yang terbaik untuk dunia pendidikan.
Sebagai penutup, segala proses yang saya jalani selama mengikuti dinamika perkuliahan etika bisnis tak lepas dari dukungan banyak orang. Terlebih dukungan dari Pak Rudy. Bahkan sampai di perkuliahan terakhir saat dilaksanakan secara tatap muka, beliau menyempatkan ke kampus mengantarkan rapor anak-anak didik saya agar bisa segera saya tandatangani. Padahal saya berencana ke sekolah di sore hari setelah perkuliahan selesai untuk menandatanganinya. Namun rupanya beliau dapat membaca kondisi saya yang sedang mendapat banyak tugas kuliah dan tugas-tugas tersebut tidak dapat ditinggalkan. Saya senang dengan sikap beliau, apa yang diputuskan oleh Pak Rudy sudah berlandaskan etika keutamaan. Saya hanya dapat mendoakan agar program KKS (Kursus Kepemimpinan Sekolah) yang sedang dijalankan beliau terselesaikan dengan hasil yang memuaskan. Syukur-syukur bisa menyusul saya untuk studi S2 dengan biaya dari ASJI dan Yayasan.
Terima kasih Pak Rudy dan seluruh rekan kerja SD Kanisius Wirobrajan untuk dukungannya. Saya merasa banyak merepotkan ketika saya sedang kuliah online terlebih saat tatap muka selama seminggu. Saya hanya bisa memberikan yang terbaik untuk studi S2 yang sedang saya jalani ini. Segala ketugasan dan presentasi serta keaktifan saya upayakan semaksimal mungkin. Dengan demikian harapannya janji saya seperti yang saya sampaikan di awal dapat tertepati.